
BERITABATAM.COM, Jakarta – Mantan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti marah terhadap pemerintah karena tidak transparannya dalam mengomunikasikan suatu informasi penting bagi masyarakatnya.
Soal transparansi pemerintah dalam berkomunikasi yang gagal, Susi mengingat kembalai peristiwa bencana tsunami yang terjadi di Pangandaran beberapa tahun yang lalu.
Sebenarnya, katanya, petugas berwenang sudah mengetahui bahwa akan gelombang laut dahsyat yang akan menyapu wilayah pesisir pantai Pangandaran setelah gempa terjadi.
“Saya ingat kejadian tsunami 2006 di Pangandaran, itu sebetulnya kita sudah dapat peringatan 7 menit setelah terjadi gempa ada peringatan akan ada tsunami,” ujar Susi Pudjiastuti saat tampil di kanal YouTube Deddy Corbuzier pada Rabu, 6 Oktober 2021.
Hanya saja, mereka enggan mengumumkan informasi tersebut dengan dalih takut masyarakat panik.
“Tapi diputuskan untuk tidak mengumumkan ya takut karena orang panik, saya bilang orang panik lebih baik itu mereka bisa lari dari pinggir pantai,” kata Susi.
“Potong kaki kalau blusuk-blusuk, panik lebih baik, ada beberapa hal dimana panik itu is better than cassuality (lebih baik daripada santai), karena mereka lari, kalau pun jatuh ya kaki saja kepelintir, keseleo, but they have time, seven minute is along time for people to run (tapi dengan begitu mereka punya waktu, 7 menit adalah waktu yang panjang untuk melarikan diri),” katanya.
Sayangnya, hingga detik-detik terakhir, pihak berwenang tak memberi tahu kabar tersebut pada warga lantaran ada seseorang yang meminta untuk tetap diam.
“Somebody decided not to tell (seseorang memutuskan untuk tidak memberi tahu),” ucapnya.
Alhasil 668 nyawa melayang dan Susi pun merasa marah dengan sikap pihak berwenang yang enggan transparan menyajikan informasi sesungguhnya pada masyarakat.
“So I was very mad! (Jadi saya sangat marah!),” ujar Susi.
Susi Pudjiastuti kembali mengingatkan pentingnya komunikasi dalam suatu tatanan kenegaraan, baik di lingkungan internal pemerintah maupun antara rezim dan rakyatnya.
Sedikit saja terabaikan, maka buntutnya akan berakhir seperti nasib Indonesia saat ini.
Diketahui, awal mula munculnya pandemi, suara pemerintah terdengar memiliki beberapa cabang sehingga masyarakat pun terpecah belah.
Sebagian mengatakan Covid-19 bisa sembuh dengan cara tertentu, kubu lainnya dengan lantang mengampanyekan bahaya virus tersebut.
Alhasil pandemi Covid-19 kian berlarut hingga sempat menempatkan Indonesia di posisi pertama kasus positif tertinggi di Asia Tenggara.
Pernyataan itu Susi sampaikan saat menghadiri podcast Close The Door yang dipandu oleh Deddy Corbuzier.
“Something disconnected (ada sesuatu yang terputus) di sana, it’s not appropriately comunicated and it’s not appropriately spread and announced (itu tidak terkomunikasikan dengan tepat, itu tidak tersebar dan tidak diumumkan dengan tepat),” kata Susi Pudjiastuti.
Mendengar penjelasan Susi, Deddy pun bertanya bukankah dengan mengumumkan status darurat seperti itu akan menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat.
“Tapi kalau announced (diumumkan) misalnya assumed (anggap saja), kita nggak usah ngomong Indonesia lah, negara apa gitu dia announced (diumumkan) soal danger (bahaya), bukankah itu menimbulkan ketakutan pada masyarakat juga?,” kata Deddy Corbuziern.
Mengenyampingkan kepanikan warga, Susi berpendapat hal yang berkaitan dengan nyawa banyak orang justru perlu disampaikan sejujur-jujurnya agar tak terjadi hal yang tak diinginkan.
“Sometimes is better because then they can prepare, a good communicator should be able put on the table, and show on the table her it is (terkadang pemberitahuan itu lebih baik karena mereka jadi bisa bersiap, komunikator yang baik harus mampu menyajikan informasi ‘di atas meja’ dan katakan inilah faktanya),” ucapnya. (***)