
BERITABATAM.COM, Tanjungpinang – Usai lebaran, Aliansi Rakyat Menggugat (ALARM) mulai menggeber isu perikanan. Kali ini, ALARM menyoroti penangkapan ikan terukur.
“Satu yang kita tangkap mengenai penangkapan terukur ini selain berbasis teknologi, tetapi juga pemerataan ekonomi,” kata Ketua ALARM Antoni.
Untuk itu, katanya menambahkan, ALARM sangat mendukung terobosan yang dilakukan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan ini.
“Tapi tentunya dengan catatan–catatan kecil yang harus diperhatikan,” ujarnya.
Dijelaskannya, hal pertama yang menjadi sorotan adalah Wilayah Pengelolaan Perikanan ( WPP ) 711.
Menurut Antoni, Kapal–kapal nelayan ijin pusat yang beroperasi di WPP 711, khususnya di perairan Kepri sudah seharusnya melakukan pembongkaran ikan di Pelabuhan Pangkalan yang ada di Kepri.
“WPP 711 kan luas, sampai ke Bangka Belitung. Kami meminta agar khusus yang beroperasi di Perairan Kepri, untuk mendaratkan kapal dan melakukan pembongkaran ikan di wilayah Kepri. Itu catatan kami untuk kementrian kelautan dan Perikanan jika memang mau bicara tentang pemerataan ekonomi,” sebutnya.
Terkait penyerapan ikan pasca pembongkaran, menurut Antoni pengusaha harus mau juga berkorban.
“Selama ini kan menangkap di perairan Kepri dibawa balik ke tempat asal sudah dapat keuntungan lumayan. Kapal bertambah, harta bertambah,” katanya.
Ketika berpangkalan di Kepri, katanya, ikan yang belum terserap kita simpan di cool storage. Dulu juga kan kegiatan perikanan sempat besar sebelum susi melarang kapal asing.
“Kita hubungi lagi para pembeli tersebut. Butuh waktu, tapi bisa. Tapi kalau tidak mau, kami minta kepada KKP jangan lagi berikan ijin tangkap ikan di Kepulauan Riau ini. Cabut SIPI nya!,” tegas lelaki gondrong ini.
Dari data yang dipegangnya, menurut Antoni saat ini sudah ada sekitar 300 an kapal yang berpelabuhan pangkalan di tiga titik di Kepulauan Riau.
“Ada tiga pelabuhan yang sudah ditunjuk jadi pelabuhan pangkalan yaitu Pelabuhan Perikanan Barelang, Pelabuhan Perikanan Punggur dan Pelabuhan Perikanan Selat Lampa,” jelasnya.
Untuk itu, katanya, kapal–kapal baik dari pantura ataupun batam sendiri, yang sudah ditunjuk pelabuhan pangkalannya di tiga titik tersebut, segera merapat dan melakukan pembongkaran ikan di ketiga titik tersebut.
“Jika perlu, sebelum ke fishing ground merapat dulu ke pelabuhan pangkalan untuk berkoordinasi. Kami mendeteksi sekitar 300 an kapal sudah ditunjuk untuk berpelabuhan pangkalan di ketiga titik tersebut,” ucapnya.
Untuk kapal Batam sendiri, katanya lebih jauh, ada kapal KM Sumber laut, KM Sumber Maju, KM Sumber Natuna, KM Sumber Jadi, KM.Sumber Indah dan KM Sumber Mas milik PT HLS yang sudah ditunjuk berpelabuhan pangkalan di PP. Barelang.
“Kami minta untuk kegiatan pembongkaran ikannya tidak lagi di pelabuhan sendiri di Jembatan 2. Ikuti aturan yang sudah ditetapkan kementrian,” tukas Antoni lugas.
Terkait permasalahan resistensi yang terjadi di titik–titik tertentu di Kepri, menurut Antoni seluruh pihak harus mengacu kepada regulasi yang sudah ditetapkan.
“Ada tiga zona yang sudah ditetapkan. Zona 1, 0 – 4 mil milik pemerintah kabupaten/kota. Zona 2, 4 – 12 mil ke atas milik propinsi. Zona 3, 12 mil ke atas izin pusat. Patuhi itu saja,” ujarnya.
Kalau tidak cocok dengan peraturan itu, katanya lebih jauh, kita sama–sama ke pusat. Kalau perlu, tambahnya, menghadap presiden minta agar UU yang mengatur zona tersebut dirubah.
Antoni menghimbau agar kesempatan yang dibuka dengan adanya program penangkapan terukur ini dimanfaatkan sebaik mungkin.
Kita akan minta alih tehnologi, katanya, dari kapal–kapal ijin pusat. Jika perlu, tambahnya, nelayan belajar mengoperasikan alat tangkap dan kapal dengan bobot 30 GT ke atas.
“Kedepannya, nelayan kita bisa mengembangkan diri lebih maju dan meningkat kesejahteraannya,” demikian Antoni mengakhiri. (bagus)