
BERITABATAM.COM, Natuna – IMPKR (Ikatan Mahasiswa Pelajar Kepulauan Riau) di Pekanbaru menyikapo kasus skandal korupsi tunjangan rumah dinas DPRD Kabupaten Natuna-Provinsi Kepri. Sejumlah elite di kabupaten tersebut di sebut terlibat dalam aksi korupsi yang di duga di lakukan secara berjamaah.
Hal tersebut di sampaikan Kepala Dinas Advokasi IMPKR Pekanbaru, Miftahul Huda SH, melalui rilisnya kepada Beritabatam.com pada Kamis, (28/7/2022) kemarin. Siapa saja para elit Kabupaten Natuna yang mencicipi hasil korupsi tunjangan rumah dinas Kabupaten tersebut ?. Natuna, Berikut rilis yang di sampaikan Miftahul Huda SH.
Baca Juga: Aktivitas Ilegal di Perairan Natuna Utara, 2 Kapal Penangkap Ikan Vietnam Diamankan
Kasus korupsi tunjangan rumah dinas DPRD Natuna yang melibatkan beberapa petinggi pemerintah di daerah setempat. Merupakan sebuah perbuatan nista yang telah mencoreng martabat dan marwah kehidupan berbangsa dan bernegara yang ada. Karena pada sejatinya perilaku korupsi merupakan sebuah perbutan yang nista (Corruptus/corruptia). Sebagaimana pengertiannya yaitu To Change From Good To Bad in Morals, Manners Or Actions.
Korupsi yang di lakukan oleh, Raja Amirullah, yang menjabat Bupati Natuna pada periode 2010-2011. Kemudian, Ilyas Sabli, selaku Bupati di periode 2012-2015. Dimana Ilyas saat ini masih aktif menjabat anggota DPRD Provinsi Kepri. Kemudian Hadi Candra yang kala itu menjabat Ketua DPRD Natuna periode 2009-2014. Dimana Hadi saat ini juga aktif sebagai anggota DPRD Provinsi Kepri.
IMKR juga mengungkap, selain itu, tersangka lainnya yakni, Syamsurizon, yang menjabat Sekda Kabupaten Natuna periode 2011-2016. Dan Makmur yang menjabat Sekretaris DPRD Natuna periode 2009-2012 adalah perbuatan yang merugikan negara dalam pelaksanaanya. Sehingga perilaku merugikan negara tersebut wajib di jatuhi hukuman semaksimal mungkin berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Yaitu UU No 31 Th 1999 jo UU No 20 th 2001 tentang tindak pidana korupsi sebagai upaya konkret menghapus budaya nista korupsi di Kepulauan Riau sebagai daerah bumi segantang lada yang kita cintai bersama.
Baca Juga: Cabjari Natuna di Tarempa Sosialisasikan Hukum Terkait Pengelolaan Keuangan Desa
Korupsi sejatinya merupakan sebuah penyakit. Yang harus di obati agar tidak menular dalam perjalanan kehidupan peradaban suatu bangsa dan negara yang ada. Kesadaran hukum serta moralitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan sebuah pilar utama dalam upaya mencegah praktik budaya korupsi sebagai sebuah perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana yang di jelaskan dalam UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Menurut IMPKR, pembiarkan tindak pidana korupsi di lakukan oleh kalangan pemerintah serta tokoh publik merupakan sebuah langkah menuju kematian moralitas bangsa serta menjadikan kepercayaan publik terhadap negara menjadi rusak. Oleh karenanya pengaturan mengenai tindak pidana korupsi untuk di laksanakan kepada para koruptor negeri ini harus di lakukan secara komperhensif serta maksimal.
Sebagai upaya pendidikan kepada masyarakat akan nistanya perilaku tersebut untuk dilakukan. Selain itu juga, tindak pidana korupsi merupakan sebuah penyakit layaknya kanker darah, sehingga mereka yang terkena penyakit tersebut harus senantiasa dan rutin melakukan cuci darah.
“Karena sangat berbahayanya perilaku tindak pidana korupsi bagi kehidupan yang ada sebagai akibat dari terjadinya degradasi kehidupan manusia, baik aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, dan individu. Fakta empirik dan teoritik juga telah memaparkan bahwa korupsi berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam di antara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, prestis, kekuasaan dan lain-lain,” tegas Kepala Dinas Advokasi IMPKR Pekanbaru, Miftahul Huda SH
Korupsi menimbulkan degradasi terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Ketika korupsi merajalela. Maka tidak ada nilai utama atau kemuliaan dalam masyarakat. Dimana korupsi akan membawa kehidupan yang ada kepada iklim ketamakan serta selfishness serta sinism. Sehingga apabila suasana iklim masyarakat telah tercipta demikian tersebut. Maka keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang.
Dalam kehidupan generasi muda perilaku korupsi juga berdampak buruk terhadap konstruksi generasi yang ada. Karena korupsi yang sering di lakukan oleh pejabat publik akan di anggap sebagai sebuah bentuk kewajaran serta budaya dan menyebabkan suramnya perjalanan generasi yang ada. Selain itu juga perilaku korupsi sangat berdampak buruk terhadap jalannya kehidupan perpolitikan yang ada. Dimana perbuatan tersebut melahirkan instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi pertentangan antara penguasa dan rakyat.

Bahkan dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat, seperti yang terjadi di Indonesia. Serta dalam dunia ekonomi yang tidak kalah penting akibat praktek korupsi yang ad. Dimana Penelitian empirik oleh Transparency International menunjukkan bahwa korupsi juga mengakibatkan berkurangnya investasi dari modal dalam negeri maupun luar negeri. Karena para investor akan berpikir dua kali untuk membayar biaya yang lebih tinggi dari semestinya dalam berinvestasi. Serta korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi.
Dari sudut pandang IMKR, jika birokrasi telah di kungkungi oleh korupsi dengan berbagai bentuknya. Maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan berkualitas akan tidak pernah terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya orang yang berpunya saja yang akan dapat layanan baik karena mampu menyuap. Keadaan ini dapat menyebabkan meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan selanjutnya mungkin kemarahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.
Oleh karena dampak buruk yang di hasilkan oleh perilaku tindak pidana korups. Maka sebaga insan yang bermarwah dan bermartabat. Sudah sepantasnya untuk kita semua menanamkan nilai-nilai moral agar tindak pidana korupsi sebagai sebuah perbuatan yang nista tersebut tidak terulang kembali dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ada.
“Sila ke dua Pancasila sejatinya juga telah mengamanatkan bahwa menjadi manusia yang adil dan beradab. Yang merupakan wujud konkret dari implementasi nilai-nilai moral dalam berkehidupan. Oleh karena korupsi merupakan sebuah perbuatan Amoral. Serta tiada beradab yang hanya menghasilkan huru-hara serta ketimpangan sosial yang ada.” papar Kepala Dinas Advokasi IMPKR Pekanbaru, Miftahul Huda SH.
Maka dari hal tersebutlah koruptor di negeri ini sejatinya telah melanggar nilai-nilai yang terkandunng dalam pancasila dan tidak mampu dikatakan sebagai warga negara Indonesia sebagai bangsa yang bermartabat. Upaya melakukan pemberantasan korupsi bukanlah hal yang mudah.
Baca Juga: Di Ajang Popda Kepri, Ikhza Firdaus Atlit Lompat Jauh Sumbang Emas Pertama Natuna
Meskipun sudah di lakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi, tetapi masih terdapat beberapa hambatan dalam pemberantasan korupsi. Baik hambatan yang bersifat struktural. Kultural dan instrumental namun bukan berarti korupsi tidak dapat di hilangkan
Ada beberapa langkah strategis yang menurut IMKR, sejatinya yang dapat di lakukan untuk menangani hambatan-hambatan tersebut, seperti: Mendesain ulang pelayanan publik sebagai upaya memudahkan masyarakat luas mendapatkan pelayanan publik yang profesional, berkualitas, tepat waktu dan tanpa di bebani biaya ekstra/ pungutan liar.
Selain itu juga penguatan terhadap transparansi. Juga pengawasan dan sanksi pada kegiatan-kegiatan pemerintah. Khususnya yang berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia. Juga harus di lakukan sebagai upaya meningkatkan akuntabilitas Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya negara dan sumber daya manusia. Serta memberikan akses terhadap informasi dan berbagai hal yang lebih memberikan kesempatan masyarakat luas untuk berpartisipasi di bidang ekonomi.
Memperkuat budaya hukum dan memberdayakan masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi serta penegakan hukum. Utamanya dalam rangka pemberantasan korupsi juga harus di lakukan secara terpadu dan terintegrasi dengan satu tujuan untuk memberantas korupsi. Karena penghapusan budaya korupsi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan cita-cita serta perbuatan yang luhur. Dan sangat mulia sebagai upaya perwujudan peradaban bangsa yang gemilang dan terbilang. (Ria Fahrudin)
Artikel Lainnya: