
BERITABATAM.COM, Jakarta – Situasi dan kondisi yang terjadi saat Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaannya kepada Jendral Soeharto dramatis.
Sebelum dilakukan penyerahan terhadap kekuasaan yang dimilikinya, Soekarno memberikan syarat kepada penerima kekuasaan Jendral Soeharto.
Dimana ada dua syarat yang diajukan diinginkan oleh Presiden Soekarno untuk menyerahkan kekuasaan eksekutifnya saat itu.
Adapaun syarat yang diajukan Presiden Soekarno ini dituang dalam surat yang dikirimkan ke Jendral Soeharto sebelum penyerahan kekuasaan.
Dimana dari akun facebook Potret Sejarah Indonesia diketahui Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan eksekutif kepada Jenderal Soeharto, 22 Februari 1967.
Presiden Soekarno yang masih berkuasa ketika itu mengirim dua buah surat kepada Jendral Soeharto.
Dalam salah satu surat, Soekarno mengatakan bersedia menyerahkan kekuasaan eksekutifnya kepada Jendral Soeharto.
Dan dalam surat itu juga tertulis untuk penyerahan itu dengan dua syarat yang diinginkan Presiden Soekarno.
Kedua syarat yang dituangkan yakni Presiden Soekarno tetap dipertahankan sebagai kepala negara yang berwenang menyatakan perang.
Lalu, Presiden Soekarno juga masih diberikan kuasa untuk mengangkat dan menerima duta besar.
Kondisi dan situasi saat itu, tawanan Soekarno tersebut sebenarnya tidak begitu mengherankan.
Setelah penculikan dan pembunuhan jendral-jendral Angkatan Darat pada 30 September atau dini hari 1 Oktober 1965, posisinya sebagai presiden semakin lemah.
Terdesak Kudeta Merangkak. Sebulan sebelum Soekarno mengirim surat kepada Soeharto, lelaki yang mengaku penyambung lidah rakyat itu mengirim surat untuk MPRS pada 10 Januari 1967.
Saat itu, MPRS diketuai Jendral A.H Nasution. Dalam surat bertajuk ‘Pelengkap Nawaksara’ itu, Soekarno menjelaskan ada tiga alasan terjadi Gestok.
Tiga alasan Gerakan Satu Oktober, nama yang disematkan Soekarno untuk menyebut peristiwa 30 September 1965 malam yakni keblinger pemimpin-pemimpin PKI, keahlian subversi neo- kolonialisme dan neo-imperialisme, dan adanya oknum yang tidak benar.
Istilah Nawaksara pernah digunakan Soekarno sebagai judul pidato pertanggungjawabannya kepada MPRS pada 22 Juni 1966 yang sama sekali tidak menyinggung soal G30S / PKI.
Dengan adanya surat tersebut, pidato pertanggungjawaban presiden menjadi lengkap. Namun, MPRS menolaknya. (lintong)