
BERITABATAM.COM, Jakarta – Indonesia sebagai negara yang menjamin keberlangsungan kehidupan masyarakatnya berdasarkan ketentuan hukum yang mengikat serta volkgeist (nilai yang bersumber dari diri masyarakatnya) sudah sepantasnya menjaga serta menjamin mutu dari keberlangsungan kesehatan penduduk bangsanya sebagai langkah konkret membangun peradaban melalui bonus demografi yang sehat dan kuat.
Hal ini sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945 sebagai Staatgrungretz Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Dan salah satu langkah untuk mewujudkan amanat konstitusi tersebut adalah dengan melahirkan RUU pengawasan obat dan makanan.
Dimana RUU ini diharapkan mampu untuk memperkuat sistem pengawasan obat dan makanan yang paripurna sehingga masyarakat lebih terlindungi dari paparan produk yang berbahaya bagi kesehatan.
Penguatan RUU tersebut merupakan langkah dasar penguatan payung hukum terhadap otoritas serta independensi kelembagaan pengawasan obat serta makanan yang ada di Indonesia sehingga mampu melaksanakan tugasnya demi menegakan hukum yang ada.
Seperti penguatan kemandirian BPOM, serta mampu menyesuaikan irama keperluan masyarakat seperti perizinan cepat, membuka peluang produk inovasi, dan birokrasi yang tidak kaku.
Sehingga Pengawasan obat dan makanan diharapkan lebih optimal, baik dari fase pre-market (sebelum beredar di pasaran) hingga post-market (setelah beredar di pasaran).
Penguatan pengawasan obat dan makanan kian penting mengingat maraknya peredaran produk ilegal di Indonesia.
Pada Januari 2023, Kepolisian Daerah Metro Jaya mengungkap peredaran obat ilegal dan palsu di Jakarta dan Jawa Barat selama setahun terakhir.
Ada 430.000 butir obat yang menjadi barang bukti dan 10 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Pengawasan produk ilegal pun semakin sulit karena kini sebagian produk dipasarkan secara daring.
Masyarakat pun rentan menjadi konsumen karena belum meratanya pemahaman publik tentang keamanan produk.
Sehingga RUU ini mendesak untuk segera disahkan sehingga menjadi payung hukum untuk memperkuat kelembagaan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), termasuk dalam aspek pengawasan dan penindakan hukum.
Oleh karena hal tersebutlah diperlukan suatu pengaturan sanksi pidana untuk menumbulkan efek jera terutama kepada para pelaku kejahatan yang secara terbukti melakukan unsur kejahatan tersebut secara sengaja.
Pengesahan RUU pengawasan obat dan makanan juga menjadi langkah konkret untuk mewujudkan misi konstitusi Republik Indonesia dalam hal menjamin mutu kesehatan masyarakat yang ada demi terwujudnya peradaban gemilang Indonesia melalui generasi-generasi bangsa yang mampu nantinya untuk hidup secara sehat dan menjadikan kehidupan berbangsa yang ada terjamin dari peredaran produk illegal yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Dimana sejatinya kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia yaitu seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara.
Pemenuhan hak untuk hidup sehat merupakan hak dasar yang harus dijamin, karena kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan primer setiap manusia. Kondisi sehat badan dan jiwa akan memungkinkan setiap manusia untuk melakukan aktifitas dan karyanya.
Kesehatan merupakan pula bagian dari kebutuhan menuju hidup sejahtera. Hak semacam ini merupakan salah satu hak dasar dalam pelayanan kesehatan.
Sudah menjadi konsensus dalam konstitusi Indonesia bahwa hak atas kesehatan merupakan hak mendasar bagi manusia.
Falsafah dasar dari jaminan hak atas kesehatan sebagai HAM merupakan raison d’etre kemartabatan manusia (human dignity). Kesehatan adalah hak fundamental setiap manusia. (ria fachrudin)
Oleh: Miftahul Huda SH (Kadis Advokasi IMPKR-Pekanbaru)