
BERITABATAM.COM, Jakarta – Salus Populi Suprema Lex (Keselamatan Rakyat Merupakan Hukum Tertinggi).
Konsumen merupakan seluruh masyarakat Indonesia, ini berarti memberikan perlindungan terhadap konsumen merupakan bagian dari bentuk perlindungan terhadap seluruh masyarakat Indonesia.
Hal ini sejalan dengan tujuan negara yang tertuang dalam Alenia IV Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Keberhasilan perlindungan konsumen sangat bergantung pada: kerangka peraturan kebijakan yang efektif; konsumen yang berdaya; dan kebijakan persaingan yang efektif.
Namun selama 20 tahun pasca pemberlakuannya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) belum efektif menyelesaikan berbagai persoalan yang timbul dimana UUPK sebagai dasar hukum perlindungan konsumen masih memiliki banyak kelemahan dalam implementasinya.
Sehingga berdampak terhadap catatan data bahwa pada tahun 2020 total 1. 200 kasus konsumen dirugikan dan naik pada tahun 2021 3.200 kasus konsumen selalu dirugikan.
Daripada itu RUU perlindungan Konsumen mendesak untuk segera disahkan dengan menimbang beberapa asas yuridis dalam pembentukannya, yakni: asas kemanfaatan, asas keadilan; asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan, asas kesehatan, asas lingkungan yang sehat, asas kepastian hukum, Asas subsidiaritas dan asas restoratif
Selain itu juga dalam konsepsi penyusunannya RUU Perlindungan Konsumen diharapakan mampu disusun secara komperhensif dalam hal memenuhi harapan Mahkamah Konstitusi meaningfull participation mendengar seluruh aspek masyarakat yang terlibat, pihak yang terdampak serta seluruh stack holder ketika undang-undang ini dilahirkan nantinya (right to be heart and right to be considenrn)
RUU Perlindungan Konsumen juga harus mengakomodasi peraturan e-commerce khsususnya transaksi konsumen lintas negara (cross border consumer contracts) berdasarkan UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 serta perlindungan data pribadi sesuai dengan UU 27 tahun 2022 agar terjadi sinkronisasi harmonisasi pengimplementasian hukum yang ada.
RUU Perlindungan Konsumen juga harus memperhatikan aspek kemutakhiran regulasi untuk mengakomodasi Perpu Ciptakerja untuk menghapuskan ketentuan sanksi pidana agar tidak menghambat aktifitas ekonomi dan bisnis serta lebih baik mengimplementasikan sanksi administrative atau ganti kerugian terhadap hak-hak konsumen yang dirugikan.
RUU Perlindungan Konsumen juga perlu memperhatikan aspek substansial dalam hal pembuatan pengaturan secara terstruktur serta tersistematisasi untuk sektor yang lebih spesifik.
Selain itu diperlukan pembedaan /pemisahan barang dan jasa, serta tanggung jawab pelaku usaha penyedia barang dengan pelaku usaha penyedia jasa; termasuk penyedia jasa komersial dan jasa professional terasuk didalamnya tanggung jawab kontraktual dan non kontraktual.
Dalam RUU perlindungan konsumen ini juga perlu diperttimbangkan untuk mengakomodasi pengaturan cross-border consumer protection in asean economic serta extraterritorial principle dan online dispute resolution dalam penyelesaian sengketa online untuk memberikan iklim segar terhadap perkembangan ekonomi yang ada sebagai amanat konstitusi yang paling utama.
Sehingga diharapkan dalam masukan RUU Perlindungan Konsumen ini terwujudnya:
a. Iklim perlindungan konsumen secara paripurna dan bermartabat
b. Terciptanya keseimbangan kedudukan antara Konsumen dan Pelaku Usaha di era globalisasi.
Equum et bonum est lex legum, apa yang adil dan baik adalah hukum itu sendiri.
Panjang Nafas Perjuangan
Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indonesia!
Oleh: Miftahul Huda (Ketua Advokasi IMPKR-Pekanbaru)