
Menguak Kejahatan untuk Menguasai Harta Benda di PT AMI (2)
BERITABATAM.COM, Batam – Proses hukum terhadap Roliati yang melakukan tindak kejahatan pencurian uang miliaran rupiah masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Batam.
Karyawan PT Active Marine Industries (AMI) sebelumnya mengajukan praperadilan penyidik Polda Kepri ketika ditetapkan sebagai tersangka pencurian uang miliaran rupiah atas laporan Komisaris PT AMI, Lim Siew Lan.
Setelah sidang praperadilan yang menetapkan dirinya sebagai tersangka ditolak, kasus Roliati lalu berlanjut hingga kini menjalani persidangan dan duduk dikursi pesakitan.
Yang menarik dari kasus pengurasan dan pencurian dana pribadi milik Lim Siew Lan ini dengan membuat logika adalah membuat surat perjanjian jasa advokad antara pengacara Ahmad Rustam Ritonga dengan Lim Siang Huat.
Dalam surat perjanjian itu, Lim Siang Huat menggunakan jasa Ahmad Rustam Ritonga, yang kini menyandang status tersangka hingga pencurian itu untuk membayar jasa advokasi.
Melalui surat perjanjian itu diketahui, Ahmad Rustam Ritongan menjadi kuasa hukum perusahaan PT AMI dan juga Lim Siang Huat secara pribadi.
Kuasa Hukum Istri Lim Siang Huat, Harris Hutabarat mengaku curiga dengan surat perjanjian suami klainnya dengan kuasa hukum Ahmad Rustam Ritonga.
Menurut Harris ada banyak kejanggalan dengan surat perjanjian yang dijadikan dasar untuk melakukan pengurasan pencurian dana Lim Siang Huat hingga miliaran rupiah.
“Tidak ada kejahatan yang sempurna,” ujar Harris kepada mediakepri.co.id di seputaran Nagoya belum lama ini.
Disebutkannya, salah satu yang patut untuk dicurigai adalah materai yang digunakan dalam surat perjanjian tersebut.
Dalam surat perjanjian itu, katanya, diketahui ditandatangani antara kedua belah pihak pada tanggal 8 Februari 2021 yang dilengkapi dengan materai Rp10.000.
Namun, muncul pernyataan bahwa penandatanganan surat perjanjian itu dilakukan akhir April 2021. Karena, tanggal 8 Februari 2021 itu, surat perjanjian itu baru berbentuk draf perjanjian yang harus dipelajari terlebih dahulu oleh Lim Siang Huat.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap nomor seri materai yang digunakan kepada Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia selaku pihak yang mengeluarkan materai.
Dan dari penjelasan DJP Kementerian Keuangan Republik Indonesia itu sendiri, diketahui ada kejanggalan dari materai yang digunakan.
Keterangan yang diperoleh, katanya mengatakan, dari nomor seri materai yang digunakan dalam surat perjanjian itu ada 4 nomor seri.
Berikut penjelasan untuk keempat materai yang digunakan yakni nomor seri materai pertama FC06FAJX143722066 digunakan untuk perjanjian kerjasama jasa advokat antara PT AMI dicetak oleh DJP via Peruri tanggal 16 Maret 2021.
Untuk pengiriman materai ini dari DJP ke Kantor Pos di Batam dilakukan tanggal 31 Maret 2021. Dan Kantor Pos membuka dus materai kiriman DJP sebelum diedarkan ke masyarakat pada tanggal 17 April 2021.
Lalu, 3 materai berikutnya dengan seri 8C4ABAJX194398756 untuk perjanjian jasa advokat pengacara pribadi rangkap ke 1, seri E5F56AJX194398751 untuk perjanjian jasa advokat pengacara pribadi rangkap ke 2.
Selanjutnya, untuk nomor seri materai CDAAAAJX194398759 dipergunakan untuk tanda terima pembayaran uang muka jasa kuasa hukum Ahmad Rustam Ritonga sebesar Rp25 juta.
Ketiga materai terakhir ini dicetak oleh DJP melalui Peruri pada tanggal 25 maret 2021. Lalu, DJP mengirimkan materai ini ke Kantor Pos di Batam pada tanggal 12 April 2021. Selanjutnya, Kantor Pos Batam membuka dus materai kiriman DJP ini sebelum diedarkan ke masyarakat pada tanggal 8 Juni 2021.
“Dari mana materai yang mereka gunakan itu diperoleh untuk surat perjanjian itu? Ini yang patut dicurigai,” ujar Harris.* (***)