
Beritabatam.com, Batam – Kebijakan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang akan memungut biaya bagi warga yang melintas di jalan Dam Duriangkang yang menghubungkan Seibeduk-Punggur ditolak warga.
Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 28 Tahun 2020 itu dinilai tak pro rakyat kecil dan cenderung berlebihan.
Konten Promosi.
”Ini tidak pro pada rakyat. Ini semena-mena. Apa urgensinya sampai BP mematok biaya melintas seperti ini. Selama ini baik-baik saja kok dam ini. Tak ada (pengendara) yang mengganggu dam selama melintas di jalur alternatif Seibeduk-Punggur itu,” ujar Rinaldi, warga yang biasa melalui jalan pintas itu, Minggu (31/1/2021)
Dilansir dari salah satu media online, dalam Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 28/2020, memuat jenis tarif layanan, berupa tarif layanan air baku, tarif layanan air limbah, dan tarif layanan daerah tangkapan air (DTA) itu, pengendara roda dua atau motor yang tak langganan, wajib membayar pass Rp 2 ribu sekali melintas.
Sedangkan yang berlangganan, dikenakan tarif Rp 95 ribu per
bulan. Jauh lebih tinggi dari kenaikan upah minim kota (UMK) Batam 2021 yang hanya naik Rp 20 ribu.
Kemudian, untuk pass masuk kawasan Duriangkang perorangan dengan tujuan menikmati alam di kawasan itu, dikenakan Rp 7.500 di hari biasa dan Rp 10 ribu di akhir pekan.
Untuk anak-anak, dikenakan Rp 3.000 di hari biasa dan Rp 5.000 di akhir pekan.
Jika masuk menggunakan kendaraan roda dua dengan tujuan yang sama, menikmati alam Duriangkang, dikenakan Rp 10 ribu dan Rp 15 ribu untuk roda empat.
Tarif lain juga dikenakan untuk wisata petualangan dan juga area komersial, baik terbuka maupun tertutup.
Tiket masuk berwisata bagi pesepeda dikenakan Rp 15 ribu per orang. Wisata motor dikenakan Rp 25 ribu per orang, dan wisata kemah dikenakan Rp 15 ribu per orang.
Akan ada juga pemandu wisata yang dibayar Rp 100 ribu per orang pemandu.
Rinaldi menambahkan, jika alasan BP Batam butuh dana perawatan dam, kurang pas.
Sebab, seharusnya BP Batam memiliki anggaran tersendiri untuk perawatan dam sebagaimana yang ada selama ini.
Apalagi, pengelola air bersih di Batam selama ini membayar kompensasi dari pembelian air baku yang dapat digunakan untuk perawatan dam.
”Kenapa tak sekalian saja yang lewat di Jembatan I sampai jembatan VI Barelang dikenakan tarif. Kan sama-sama butuh biaya perawatan,” ujar Rinaldi.
Warga berharap BP Batam meninjau kembali kebijakan tersebut, sebab dianggap tak masuk akal.
”Akan kami lawan kalau memang itu harus tetap dijalankan,” kata Syahrul, warga lainnya.
Kebijakan BP Batam ini juga dianggap bertentangan dengan
kebijakan Pemerintah Provinsi Kepri.
Tahun 2018 lalu, Pemprov Kepri telah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 1,5 miliar untuk peningkatan jalur jalan yang sama, mulai dari Kampung Bagan hingga bibir Dam Duriangkan.
Proyek ini untuk mendukung pembukaan jalur lingkar Seibeduk-Punggur, sebagai jalur alternatif untuk mengurangi kemacetan di Mukakuning ataupun Simpang Kabil.
Kebijakan baru BP Batam ini juga mendapat sorotan dari Anggota DPRD Kota Batam, Mochamat Mustofa.
”Tentu saya wakil dari Seibeduk menolak itu. Karena itu memberatkan masyarakat sekarang masih pada terdampak pandemi Covid-19,” tegasnya.
Ia mencontohkan, saat ini banyak karyawan yang bekerja di kawasan Batamindo dan tinggal di Punggur atau sebaliknya karyawan yang bekerja di Kabil tinggal di Piayu.
Untuk mempersingkat waktu perjalanan, biasanya mereka melalui jalan tersebut.
”UMK saja hanya naik Rp 20 ribu. Bisa tekor mereka. Untuk itu, tolong penentu kebijakan di BP Batam benar-benar teliti, apalagi yang melintas itu masyarakat kecil, bukan pengusaha,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Dendi Gustinandar, membenarkan pengenaan tarif melintas dan masuk melalui Dam Duriangkang.
Ia menambahkan, ketentuan itu mulai berlaku Februari 2021 atau tepatnya mulai hari ini.
Menurutnya, sosialisasi sudah dilakukan sejak Sabtu (30/1/2021) dengan memasang spanduk di depan jalan lintas itu lengkap dengan tarifnya.
Dendi mengatakan, tujuan pengenaan pass masuk untuk membantu perawatan DTA.
“Ini upaya menjaga bendungan dan membatasi penggunaannya sebagai lalu lintas kendaraan. Hal ini juga dilaksanakan di bendungan di Jawa Timur,” paparnya.(Harianpos)