
BERITABATAM.COM, Jakarta – Kebijakan penghentian penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada sekolah yang jumlah muridnya kurang dari 60 siswa, menuai polemik.
Berbagai elemen yang konsentrasi terhadap dunia pendidikan menilai kebijakan tersebut tidak rasional, atau tidak masuk akal.
Yang menjadi polemik ini berasal dari kebijakan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi yang dituangkannya di Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler.
Disebutkan dalam pasal 3 ayat 3 dan pasal 4 pada aturan tersebut tentang pengecualian jumlah bagi sekolah yang berada di Daerah Khusus yang ditetapkan oleh Kementerian dan sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang berada pada wilayah dengan kondisi kepadatan penduduk yang rendah, dan secara geografis tidak dapat digabungkan dengan sekolah lain berdasarkan usulan kepala Dinas kepada Menteri.
“Ketentuan ini akan semakin memperlebar kesenjangan pendidikan antar anak bangsa. Apalagi saat ekonomi sulit di masa pandemi seperti ini. Saya minta Mendikbud untuk merubah ketentuan tersebut,” kata Anggota DPR RI, Mustafa Kamal seperti dikutip dari Pikiran-Rakyat.com, Jumat, 10 September 2021.
Mustafa mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim agar mengubah ketentuan dan syarat sekolah penerima dana BOS reguler harus memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 orang dengan kurun waktu tiga tahun terakhir.
Mustafa menilai hal itu tidak masuk akal dan akan menimbulkan kesenjangan dalam dunia pendidikan.
Mustafa Kamal juga menilai bahwa jumlah siswa tidak menentukan baik buruknya kualitas suatu sekolah. Jika tidak diubah akan banyak sekolah yang tutup karena menurunnya kesempatan mendapatkan dana BOS.
“Itu bisa berdampak pada drop out terhadap peserta didik dan para guru menjadi pengangguran. Apabila memang benar karena kualitas yang buruk, seharusnya pemerintah hadir meningkatkan kualitas sekolah-sekolah kecil tersebut. Bukan malah menghentikan dukungan, ini tindakan tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
“Apalagi sekolah yang berada di daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal). Ini akan semakin memperpanjang jalur birokrasi bagi sekolah-sekolah tersebut karena mereka berhak menerima dana BOS regular, seharusnya kita mempermudah anak bangsa mendapatkan pendidikan yang berkeadilan,” tambahnya.
Mustafa Kamal mengapresiasi langkah Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan yang terdiri atas Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, LP Ma’arif PBNU, PB PGRI, Taman Siswa, dan Majelis Nasional Pendidikan Katolik yang ikut menolak aturan tersebut karena dinilai diskriminatif dan dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial. (***)