
BERITABATAM.COM, Jakarta – Isu kesetaraan bagi perempuan mendapat perhatian serius dari Indonesia yang menjabat Presidensi G20 2022.
Tema ini dibahas dalam dua kelompok khusus yakni G20 Empower yang terdiri dari aliansi pemerintah dan swasta dan Women20 yang merupakan engagement group.
Setidaknya ada tiga isu utama yang dibahas dalam pertemuan G20 Empower yang di antaranya membicarakan dorongan kepemimpinan dan dukungan terhadap peranan perempuan sebagai penggerak ekonomi.
Sementara Woman20 membawa empat agenda pembahasan, salah satunya adalah menghapus diskriminasi yang menghambat partisipasi perempuan dalam perekonomian.
Pertemuan kedua G20 Empower akan digelar pada 21-22 April 2022 di Yogyakarta.
Sedangkan pertemuan pertama telah dilangsungkan pada 29 Maret lalu yang membahas isu tentang menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi perempuan.
Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah mengatakan Indonesia memiliki regulasi yang memadai dalam memberikan perlindungan dan memastikan keseteraan gender pada perempuan, khususnya para perempuan yang bekerja.
Payung hukum, kata Ida, mulai dari konstitusi hingga konvensi PBB hingga convensi ILO.
“Kita bersyukur di negara kita, sudah memiliki payung hukum yang memadai untuk memberikan perlindungan pada perempuan, terutama atau khususnya para perempuan yang bekerja,” kata Menteri Ida dalam diskusi daring bertema “Perempuan Berdaya, Bangsa Berjaya” yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), Senin, 11 April 2022.
Dia menjelaskan, setidak ada tiga kebijakan pemerintah dalam menciptakan dan keadilan, perlindungan serta kesetaraan gender bagi pekerja perempuan Indonesia.
Antara lain kebijakan yang bersifat protektif, korektif dan nondiskriminatif.
Menteri Ida menuturkan pengarusutamaan perjuangan kesetaraan gender di Indonesia dimulai pada tahun 1979 melalui konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi.
“Konvensi ini sudah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1984 dengan undang-undang no.7 tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita,” terangnya.
Selanjutnya, pada tahun 2000, pemerintah menerbitkan instruksi presiden (Inpres) No.9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional.
“Memang bentuknya masih berupa Inpres. Meskipun beberapa kali kita sudah mencoba, saya sendirisudah menginisiasi juga undang-undang tentang keadilan dan kesetaraan gender,” jelasnya.
Terkait pengarusutamaan gender di sektor ketenagarkerjaan, dia menjelaskan, pada tahun 1951 dikeluarkannya Konvensi ILO No.100 mengenai Pengupahan Sama bagi Buruh Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang sama.
Kemudian pada 1957, Konvensi ILO ini diratifikasi melalui undang-undang No 80 tahun 1957 dan pada 1999 Konvensi ILO No. 111 tahun 1999 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan.
“Lalu pada 1999, pelaksanaan dari Kovensi ILO No.111 ini didukung dengan UU No.21 tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No.111 Concerning Discrimination in Respect of Employement and Occupation,” imbuhnya.
“Dari sini kita bisa melihat bahwa sebenarnya regulasi mulau dari konstitusi kita sampai dengan Convention ILO yang sudah diratifikasi menunjukkan bahwa negara hadir memberikan perlindungan, dan pencegahan terhadap segala bentuk diskriminasi pada perempuan, termasuk diskriminasi di tempat kerja,” tegasnya.
Sementara itu, Yessie D. Yosetya selaku Chairwoman G20 Empower mengatakan Indonesia berkomitmen memastikan terpenuhinya indikator dalam mendukung
pemberdayaan perempuan di sektor swasta dan publik dalam agenda utama dari Group of Twenty (G20) Empower Presidensi Indonesia 2022 ini.
G20 Empower, kata Yessie, merupakan satu-satunya inisiatif di dalam kepresidenan G20 yang mengusung aliansi pemimpin sektor swasta dan pemerintah, untuk bersama-sama mengadvokasi dan mendukung kemajuan perempuan dalam posisi kepemimpinan di sektor swasta dan publik.
“Nah, ada tiga hal yang kami bawa di presidensi Indonesia untuk G20 Empower. Isu pertama adalah meningkatkan akuntabilitas perusahaan dalam pencapaian key performance indicator (KPI) untuk meningkatkan peran perempuan,” katanya.
Yessie mengungkapkan Indonesia akan mendesak masing-masing korporasi mengevaluasi keterlibatan kempemimpinan perempuan dalam perusahaannya.
“Kemudian juga salary gap yang harus diadress. Jadi itu adalah terkait KPI perusahaan,” ungkapnya.
Selanjutnya, Indonesia juga akan menyoroti terkait Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Menurutnya, selama G20 Empower berdiri, masalah seputar UMKM belum disorot.
“Jadi ini adalah tahun ketiga kita ada di G20 empower. Dan selama tiga tahun ini, yang difokuskan baru di privat sector, belum UMKM,” pungkasnya.
Sehingga di bawah Presidensi G20, Indonesia akan fokus menyoroti bagaimana private sector atau sektor swasta berkontribusi meningkatkan UMKM.
Sementara isu prioritas ketiga yang akan disorot Indonesia di G20 Empower adalah memastikan adanya digital skill.
“Karena kita yakin bahwa pemimpin perempuan masa depan mungkin akan punya skil-skill yang sangat berbeda dari yang mereka punya per hari ini,”. (akbar)