
BERITABATAM.COM, Jakarta – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ikuti perkembangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang terjebak investasi bodong di Kamboja.
Tidak hanya mengikuti, Gubernur Jawa Tengah ini pun ikut kepo dengan kondisi PMI yang terjebak di perusahaan investasi bodong tersebut.
Karena ingin mengetahui kondisi PMI yang dimanfaatkan pengusaha investasi bodong tersebut, Ganjar Pranowo sempat menelpon diantara PMI yang terjebak tersebut.
Dari komunikasi yang dibangun Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, ia memastikan kondisi PMI di Kamboja itu dalam keadaan baik-baik saja.
Ganjar Pranowo mengatakan saat ini mereka dalam kondisi baik. Namun, kata Gubernur Jawa Tengah ini, ada satu orang yang sedang sakit.
Perkembangan PMI yang terjebak investasi bodong di Kamboja ini disampaikan Ganjar di acara Sosialisasi Undang Undang No 22 Tahun 2009 Pasal 74 di Gedung Gradhika Bakti Praja belum lama ini.
“Sudah ada komunikasi. Saya video call. Baik-baik saja, cuma seorang sakit,” ujar Ganjar Pranowo.
Dari komunikasi melalui video call itu, Ganjar Pranowo bisa melihat sekilas kondisi PMI.
Dikatakannya, secara fisik, PMI di Kamboja itu tidak ada yang mengalami penyiksaan secara fisik.
“Tidak ada yang, maaf, nyonyor-nyonyor (babak belur) itu nggak ada,” kata Gubernur Jawa Tengah tersebut.
Untuk diketahui, Sebanyak 54 pekerja migran Indonesia (PMI) yang disekap perusahan investasi bodong di Kamboja menyimpan kisah yang sedih dan memprihatinkan.
Puluhan PMI yang disekap di daerah KPS di Kota Shonoukvile, Kamboja ini mendapatkan perlakuan yang kurang baik dan diluar batas oleh managemen investasi bodong.
Kisah yang memprihatinkan yang dialami oleh PMI yang bekerja di investasi bodong ini disampaikan satu korban dari puluhan PMI yang disekap, sebut saja namanya Rinto yang bisa berkomunikasi dengan mediakepri.
Rinto mengatakan para PMI yang bekerja dalam gedung 7 lantai itu yang dijaga ketat. Dan setiap PMI yang bekerja tidak boleh keluar dari area gedung.
“Namun jika kita sakit atau tidak masuk kerja sehari saja, gaji kita dipotong US$200. Uang lembur tidak pernah diberikan,” katanya via telepon seluler
Dan untuk tempat tinggal, Rinto merasa lebih tidak manusiawi. Soalnya, untuk satu kamar, diisi dengan 14 orang. (lintong)