
BERITABATAM.COM, Batam – Penetapan Roliati, karyawan PT Active Marine Industries (PT AMI) sebagai tersangka sudah sesuai prosedur.
Begitu juga dengan status tersangka yang disandangkan penyidik Ditreskrimum Polda Kepri terhadap oknum pengacara Ahmad Rustam Ritonga.
Kedua tersangka ini dituduh memasukkan data palsu kedalam akta otentik untuk keuntungan sendiri dengan dampak merugikan orang lain.
“Penyidik sudah bekerja sesuai dengan prosedur,” kata Harirs Hutabarat, kuasa hukum Dewi, ahli waris Direktur PT AMI, Lim Siang Huat yang didampingi partnernya Bottor Perdede di sekitar Batam Kota.
Hal ini disampaikan Harris Hutabarat usai mengikuti gelar pekara khusus yang dilaksanakan di Ditreskrimum Polda Kepri terkait tuduhan pemalsuan dokumen dalam akta otentik. Dalam gelar perkara ini, para pihak, baik pelapor, mau pun terlapor hadir
Harirs mengatakan, laporan atas dugaan pemalsuan data yang dimasukkan ke dalam akta otentik ini dilaporkan klainnya, Dewi.
Disebutkannya, melalui kuasa hukumnya, Roliati seharusnya membuktikan dipersidangan yang akan dijalaninya nanti.
Karena, ditambahkannya, persidangan adalah tempat sesungguhnya bagi Roliati melalui kuasa hukum untuk membuktikan.
Lebih jauh dikatakannya, sejauh ini penyidik di kepolisian sudah menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik.
Dan sudah barang tentu, tambahnya, saat penetapan status tersangka sudah dilengkapi bukti-bukti yang cukup. Bahkan, penyidik di kepolisian sudah yakin, ada unsur pidana dari yang dituduhkan.
“Dan polisi sudah sangat objektif dalam melakukan pemeriksaan sesuai tupoksinya. Jadi, buktikan saja nanti dipersidangan,” tegasnya.
Harris lebih jauh menjelaskan perjalanan dugaan tindak kejahatan ini berawal dari 3 surat yang dibuat oleh Ahmad Rustam sebagai Lawyeer perusahaan dan pribadi almarhum Lim Siang Huat. Ketiga surat tersebut yaitu, Perjanjian Jasa advokat Perusahaan, .Perjanjian Jasa Advokat Pribadi dan Surat perjanjina kerja Rustam dengan Almarhum secara pribadi.
Disebutkannya, perjanjian ini dibuat pada tanggal 8 Februari 2021 dimana pembayarannya ada 2 tahap pada waktu tanda tangan dibayar 25 juta dan pada tgl 22 juni 2021 dibayar Rp. 8.975.000.000,
Perjanjian ini, katanya, isinya sangat aneh karena dalam tempo 6 bulan, jasa hukumnya harus bayar Rp.9 milyar. Padahal kasus yang ditangani selama kurun waktu 6 bulan itu, tambahnya, tidak ada yang terjadi.
“Untuk Rustam sebagai lawyer perusahaan sdh dibayar 6 jt per bulan sesuai hasil audit. Disamping itu, dalam perjanjian kerja antar Rustam dan almarhum, seperti disebutkn dalam pasal 4 disebutkan Roliati / pihak pekerja saham dikembalikan sebesar 15 sampai 25%,” sebutnya.
Selanjutnya, dari bukti dan fakta ini, Rustam dan Roliati memberi tahu ke Miss Lim di Singapore agar segera ke Batam. Dan berdasarkan hal tersebut, Rustam bersama Roliati ikut RUPS. Didalamnya diputuskan Roliati mendapat saham sebesar 20,5 persen dan diangkat sebagai Direktur dan mengeluarkan biaya Lawyer fee berdasarkan perjanjian.
Sementara itu, katanya menambahkan, bukti yang sudah diserahkan ke penyidik ada surat dari Peruri sebagai pihak yang membuat dan mengeluarkan materai dan dari kantor pos.
“Bahwa materai yang dicantumkan perjanjian ini, dikeluarkan setelah alm Lim Siang Huat meninggal. Dan ini diakui oleh PH Rustam saat di gelar perkara. Bahwa yang menempelkan materai adalah almarhum Lim pada tanggal 8 Juni 2021. Padahal pada tanggal 6 Juni, Ling Siang Huat meninggal dunia. Ini kejanggalan yang luar biasa,” katanya.
Jadi 3 surat inilah, katanya lebih jauh menegaskan, yang dimasukkan sebagai dasar untuk mendapatkan keuntungan bagi para tersangka. Dan pasal 266 KUHP, tambahnya, sempurna dilakukan berdasarkan isi perjanjian kerja tersebut yang diimasukkan ke akte no 9.
Selain itu, katanya, sehingaa Roliati mendapat saham dan disebut di akte tersebut Dewi sebagai istri almarhum tidak diketahui keberadaannya. Padahal kedua tersangka ini mengetahui alamat Dewi, dan dalam akte itu sendiri telah menghilangkan hak Dewi sbg ahli waris.
Hal ini terjadi, jelasnya, karena Rustam dan Roliati tidak pernah membuktikan bahwa almarhum Lim Siang Huat bercerai dengan Dewi sampai meninggal, dan memang tidak pernah ada perceraian itu.
Lebih jauh Harris menyampaikan bahwa ketiga surat perjanjian antara Rustam dan alm Lim Siang Huat tidak pernah diketahui oleh Miss Lim Siew Lan sebagai komisaris perusahaan. Namun Rustam dan Roliati, katanya, yang memasukkan perjanjian kerja itu ke akte no 9.
“Karena Lim Siew Lan tidak mengetahui dan tidak pernah melihat sebelumnya, dan proses RUPS hingga beralihnya saham ke Roliati. Soalnya, tidak pernah ada undangan rapat kepada Dewi sebagai ahli waris yang sah berdasarkan putusan PN Batam,” ujarnya.
Dan sudah seharusnya, katanya menjelaskan, Rustam sebagai Lawyer yang paham hukum mengetahui bahwa kalau salah satu pihak yang dalam perjanjian ada yang meninggal, maka kuasa atau perjanjian berakhir dan harusnya menyampaikan ke ahli waris untuk melanjutkan sementara sebelum beralihnya saham.
“Dewi bersama Bottor Pardede sudah menemui Rustam. Namun malah menanyakan legal Standing Dewi sebagai apa. Padahal sudah disampaikan dengan bukti, bahwa Dewi sbg istri sah,” katanya.
Selain itu, katanya, bukti dan keterangan saksi sudah ada ditangan penyidik. Dan menurut kami, tambahnya, penyidik sudah menjalankan tugas dengan baik karena yang memasukkan keterangan tersebut dalam akta adalah para tersangka, bukan Lim Siew Lan.
“Oleh karena prinsip dalam hukum pidana, siapa yang berbuat, maka dia yang bertanggung jawab. Dan karena itu, kami mendorong penyidik agar segera melimpahkan kekejaksaan dan pengadilan, agar kasus ini tidak digiring menjadi polimik. Krn pertempuran sesungguhnya adalah dipengadilan. Karena ada prinsip, siapa yang mendalilikan maka dia yang harus membuktikan,” tegasnya mengakhiri. (***)