“Kita secara pararel ya karena kita berpacu dengan waktu. Kita ini kan dalam keadaan pandemi, dalam keadaan darurat. Semakin lambat kita maka semakin banyak yang akan menjadi sakit bahkan kematian,” tandasnya. (mdk/rnd)
Jakarta -Beritabatam.com | Pengamat Kesehatan, Marius Wijajarta, berencana gugat pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena tak melakukan sosialisasi vaksin Covid-19. Seharusnya, BPOM menyampaikan kepada masyarakat mengenai indikasi, kontra indikasi, hingga sasaran umur sebelum vaksinasi Covid-19 dilaksanakan.
Pemerintah sendiri telah menjadwalkan vaksinasi Covid-19 pada 13 Januari 2021. Presiden Joko Widodo merupakan orang pertama yang akan mendapatkan vaksinasi Covid-19.
“Saya gugat, saya akan gugat pakai Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999,” ujarnya saat dihubungi merdeka.com, Senin (11/1).
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999, kata Marius, masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur. Karena itu, seharusnya BPOM menyampaikan informasi vaksin Covid-19 kepada masyarakat melalui media elektorik, cetak maupun media sosial.
“Pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen ada ditulis. Terus konsumen juga berhak menuntut ganti rugi denda maksimal itu Rp2 M, pidana 5 tahun penjara,” sambungnya.
Marius heran hingga saat ini pemerintah tidak menyampaikan kepada masyarakat mengenai indikasi, kontra indikasi, sasaran umur hingga orang dengan komorbid yang belum bisa divaksin. Pemerintah justru terlihat diam dan menjadwalkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19.
“Harusnya komunikasikan ini (vaksin Covid-19) berguna untuk ini, ini, ini. Berapa kali disuntik, terus penyakit-penyakit ini ditunda dulu. Itu jangan diam-diam tahu-tahu Pak Jokowi disuntik,” kata dia.
Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, menggapi ancaman Marius. Nadia mengatakan, pemerintah terus menerus melakukan sosialisasi vaksin Covid-19 kepada tenaga kesehatan sebagai sasaran awal vaksinasi.
“Kita terus menerus melakukan sosialisasi kepada nakes sebagai sasaran awal vaksinasi, juga bersama organisasi profesi melakukan workshop dan sosialisasi, begitu juga pemda melalui dinkes provinsi atau kabupaten kota melakukan sosialisasi kepada nakes di lingkungannya,” ujarnya.
Meskipun BPOM belum menerbitkan ermergency use authorization (EUA) atau izin penggunaan vaksin Covid-19 Sinovac, pemerintah tetap melakukan sosialisasi kepada tenaga kesehatan hingga jadwal pelaksanaan vaksinasi tiba.
“Kita secara pararel ya karena kita berpacu dengan waktu. Kita ini kan dalam keadaan pandemi, dalam keadaan darurat. Semakin lambat kita maka semakin banyak yang akan menjadi sakit bahkan kematian,” tandasnya.
Sumber:merdeka.com