BerandaBakti TNI PolriLuar Biasa! Konsumsi Rokok Orang Miskin Indonesia Justeru Meningkat Ditengah Pandemi Covid-19

Luar Biasa! Konsumsi Rokok Orang Miskin Indonesia Justeru Meningkat Ditengah Pandemi Covid-19

BERITABATAM.COM, Jakarta – Masa pandemi Covid-19 ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan konsumsi rokok masyarakat Indonesia.

Di tengah kesulitan ekonomi di masa pandemi, tidak membuat banyak orang berhenti merokok tetetapi jsuteru masih menjadi komoditas penting bagi sebagian masyarakat.

Ini ditunjukkan dari hasil survei Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS).

Sebanyak 77,1 persen responden dari keluarga miskin menyatakan tidak menurunkan konsumsi rokoknya selama pandemi Covid-19, bahkan cenderung meningkat.

Survei yang digelar di lima wilayah aglomerasi utama di Indonesia yaitu Jakarta Raya (Jabodetabek), Semarang Raya, Surabaya Raya, Medan Raya, dan Makassar Raya itu, melibatkan 1.013 kepala keluarga miskin secara tatap muka.

Hasil survei menyebut, 73,2 persen kepala rumah tangga dan pencari nafkah mempertahankan pengeluaran rokoknya meski peeekonomian menurun.

Artinya, pengeluaran kebutuhan lain turun atau bahkan ditiadakan agar dapat terus merokok dengan kuantitas sama.

Dari hasil survei tersebut juga terungkap, 39,7 persen responden rela membeli lebih mahal rokok pilihannya, yang pada masa pandemi Covid-19 harganya meningkat.

Sementara, 21,2 persen menurunkan pengeluaran rokoknya pada masa pandemi Covid-19, meski hal itu tidak selalu berimplikasi pada turunnya konsumsi rokok.
Artinya, mereka hanya mengganti merek rokok mereka dengan rokok yang lebih murah harganya.

Hal itu juga sejalan dengan hasil survei Foodbank of Indonesia (FOI) pada Agustus 2020 di 14 kota yang menunjukkan hasil mengejutkan.

Sebanyak 27 persen dari total 21,9 juta balita tak sarapan hingga siang hari. Sementara itu, orangtua khususnya ayah, justru menghabiskan 2/3 pengeluaran keluarga untuk rokok.

Hal itu tentu sangat ironis karena di tengah upaya pemenuhan gizi anak, pengeluaran rokok malah masih besar.

Survei yang dilakukan FOI juga menyebut, di kota, untuk rokok, menghabiskan 12,2 persen pengeluaran keluarga dan di desa 10,9 persen.

Sementara, pengeluaran untuk membeli telur ayam hanya menghabiskan 4,3 persen pengeluaran keluarga di kota dan 3,7 persen di desa.

Kondisi itu, ditambah prevalensi perokok pemula yang terus meningkat, membuat sejumlah kalangan mendesak agar pemerintah segera mengesahkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Salah satu desakannya adalah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2022.

Pemerintah sampai sekarang masih mempertimbangkan sejumlah hal untuk merevisi PP tersebut. Meski, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, kenaikan tarif cukai perlu dilakukan untuk mengendalikan konsumsi rokok di dalam negeri.

Di sisi lain, banyak kalangan yang mengklaim kenaikan cukai rokok akan berdampak pada buruh rokok hingga petani tembakau.

Padahal, jika dilihat lebih jauh, banyak petani dan buruh rokok yang hidupnya jauh dari sejahtera, di tengah majunya industri rokok, saat konsumsi rokok terus meningkat.

Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mencatat, dunia mengalami kemunduran besar dalam perang melawan kelaparan.

Dalam catatan FAO, ada 3 miliar penduduk yang tak mampu membeli makanan sehat secara berkelanjutan.

Hampir 40 persen penduduk dunia. Akses pangan berkualitas itu tidak hanya soal tidak mampu membeli tetapi juga tidak punya pilihan untuk membeli pangan sehat.

Akibatnya, 811 juta orang kekurangan gizi di dunia. Sebaliknya, 2 miliar orang dewasa kelebihan berat badan atau obesitas.

Di Indonesia, berdasarkan catatan FAO, jumlah orang dewasa yang obesitas meningkat dua kali lipat selama dua dekade terakhir.

Obesitas anak juga meningkat. Di sisi lain, 27,67 persen anak di bawah usia 5 tahun mengalami stunting (status gizi rendah) atau terlalu pendek untuk usia mereka.

Angka stunting itu cukup tinggi jika dibandingkan negara kawasan Asia. Tentu kita sepakat jika status gizi anak benar-benar berada di tangan orangtua, terutama kepala keluarga.

Apalagi, ketika keluarga miskin lebih memilih menghabiskan uang mereka yang terbatas untuk membeli rokok ketimbang mengakses makanan bergizi.

Artinya, dengan adanya pandemi Covid-19, kondisi 7 juta anak stunting dan 27 persen balita tak sarapan itu, nasib anak-anak kita semakin parah karena kemiskinan yang bertambah, angka pengangguran, dan tingkat pendidikan yang rendah. Peluang generasi yang hilang dalam situasipandemi Covid-19 makin terbuka. (***)

Artikel ini telah tayang di mediakepri.co dengan judul Konsumsi Rokok Orang Miskin Indonesia Justeru Meningkat di Masa Pandemi Covid-19

ads ads
- Advertisment -spot_img
spot_img