RUU KUHP YES, PASAL PENGHINAAN NO
(Oleh: Miftahul Huda SH, KADIS Advokasi IMPKR Pekanbaru, Direktur LSH Indonesia)
“Dormiunt Aliquando Leges Nunquam Moriuntur” hukum terkadang tertidur. Akan tetapi hukum sejatinya tidak pernah mati. Lantas, ketika berbicara mengenai dialektika hukum sebagai sumber kehidupan manusia. Kita di antarkan kepada suatu paradigma berfikir bahwa pada sejatinya ruh dari hukum adalah sebuah keadilan.
Oleh karena ketika hukum sudah terpisah dari ruhnya yakni keadilan. Maka hal tersebut tidak lagi di katakan sebagai sebuah hukum. Sebagaimana sebuah Adegium berbicara: “Equum Et Benum Est Lex Legume” (Keadilan sejatinya merupakan hukum itu sendiri).
Baca Juga: IMPKR Sikapi Kasus Korupsi Tunjangan Rumah Dinas DPRD Kabupaten Natuna
Sehingga esensi keadilan yang begitu Fundamental dalam perjalanan penegakan hukum yang ada. Maka keadilan tidak boleh di pandang sebelah mata dalam menetapkan suatu hukum sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat.
Selanjutnya, dalam permasalahan hukum yang tidak boleh kita lupakan juga adalah sebuah peraturan perundang-undangan. Di mana sebagai sebuah instrumen untuk menegakkan hukum demi menjangkau keadilan. Khususnya bagi para pencarinya memerlukan sebuah integrasi keadilan sosial. Serta sifat akomodatif terhadap setiap fenomena sosial yang berkembang dalam suatu masyarakat yang ada.
Karena pada sejatinya undang-undang yang merupakan bagian dari instrumen hukum. Merupakan sarana yang paling efektif untuk menyatukan kepentingan-kepentingan masyarakat. Ada sebuah kepentingan nasional bersama yang merupakan wujud dari posisi hukum yang integral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang ada.
Indonesia sebagai bangsa dan negara yang berdaulat serta demokratis. Di mana pada tahun 1945 di teriakan pekikan kemerdekaan di seluruh se-antreo nusantara. Sehingga memerlukan kodifikasi hukum pidana dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang canggih. Guna menyesuaikan dengan peradaban yang terus berkembang dari masa ke masa.
Halaman