BERITABATAM.COM, Jakarta – Mehmed II, juga dikenal secara luas sebagai Muhammad al-Fatih atau Mehmed Sang Penakluk.
Mehmed II adalah penguasa Utsmani ketujuh yang berkuasa pada 1444–1446 dan 1451–1481.
Mehmed II mengukir berbagai capaian pada masa pemerintahannya.
Tetapi yang paling dikenal adalah Penaklukan Konstantinopel pada 1453 yang mengakhiri riwayat Kekaisaran Romawi Timur.
Konstantinopel atau Constantine I merupakan kota yang dibangun Kaisar Romawi Timur pada 330 Masehi.
Kota yang saat ini dikenal sebagai Istanbul, memiliki letaknya sangat strategis.
Yaitu di antara batas Eropa dan Asia.
Baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di laut, antara Laut Tengah dan Laut Hitam.
Penaklukan Konstantinopel dimulai pada 6 April 1453 Masehi.
Di bawah pimpinan Al-Fatih atau Sultan Mehmed II, pasukan Utsmani berjumlah 150.000.
Dilengkapi dengan senjata-senjata raksasa seperti meriam Basilika yang dibuat dengan teknologi terbaru pada masa itu.
Sultan Mehmed II terkenal mahir dalam melakukan strategi perang urat syaraf yakni strategi mengepung musuh.
Seperti perang wujud aslinya dengan memainkan efek psikologis pada musuhnya.
Pada saat itu seni berperang sepertinya merupakan sebuah inovasi baru yang belum dikenal sebelumnya.
Konstantinopel ditaklukkan oleh tentara Ottoman di bawah komando Sultan Mehmed II pada 29 Mei 1453.
Dengan penaklukan ini Ottoman menjadi sebuah Kekaisaran dan menjadi salah satu kerajaan yang paling kuat.
Sultan Mehmed II juga mendapat gelar “Sang Penakluk” yang ditambahkan pada namanya meski masih berusia 21 tahun.
Meski usianya masih muda, Sultan Mehmed II sudah mulai mempersiapkan pengepungan ke Istanbul.
Ia ingin menjadi panglima sebagaimana Nabi Muhammad menyebut penakluk Konstantinopel.
“Suatu hari, Konstantinopel akan ditaklukkan. Betapa indah dan diberkatinya komandan penaklukan dan prajuritnya!” puluhan tahun yang lalu.
Konstantinopel telah menjadi kekaisaran selama bertahun-tahun.
Kota itu dibombardir oleh tembakan meriam yang dirancang oleh Mehmed II sendiri.
Kota ini telah diserang berkali-kali di masa lalu, tetapi tembok besarnya selalu menang.
Sultan Mehmed II akhirnya memutuskan mengubah ini dengan penggunaan meriam selamanya.
Meriam besar miliknya ditembakkan ke dinding selama berminggu-minggu.
Suleiman Baltoghlu melancarkan serangan pertama yang memasuki teluk Tanduk Emas pada 9 April 1453.
Gagal memutuskan rantai yang dipasang di mulut tanduk itu. Rantai ini, yang mengapung di atas batang kayu.
Cukup kuat untuk mencegah kapal Utsmaniyah memasuki Tanduk Emas.
Kemenangan kapal Kristen dan kapal Genoa milik Paus menurunkan moral tentara Utsmaniyah.
Selama kekacauan dan perasaan kehilangan yang meluas.
Mentor spiritual Sultan Aksemseddin menjanjikan keberhasilan tertentu tentang penaklukan.
Sultan Mehmed II meningkatkan jenis meriam baru yang disebut “humbara” sekarang dikenal sebagai “howitzer”.
Ini menjadi penemuan penting bagi sejarah tentara dunia, meriam tidak cukup untuk merebut kota.
Didorong oleh dukungan spiritual, Sultan II Mehmed, memutuskan rencana angkatan lautnya.
Armada Utsmaniyah yang berlabuh di Dolmabahce akan dipindahkan ke teluk Tanduk Emas melalui darat sebagai elemen kejutan.
Beberapa kapal dan galai yang dibawa oleh tentara melalui tali digeser di atas seluncur perahu.
Di pagi hari 22 April, Kekaisaran Romawi Timur terbangun dengan terkejut dan ketakutan ketika mereka melihat kapal-kapal Ottoman.
Pengepungan berlangsung dari 6 April 1453 sampai 29 Mei 1453.
Kota itu berhasil ditaklukkan oleh Ottoman di bawah komando Sultan Mehmed II.
Sebuah era baru dimulai di dunia dan keseimbangan baru datang melalui penaklukan Konstantinopel.
Penaklukan Konstantinopel memiliki dampak historis yang sedemikian besar terhadap Turki dan dunia Muslim.
Sampai-sampai beberapa sejarawan membatasi akhir Abad Pertengahan dengan penaklukan kota tersebut.
Dengan pengepungan Konstantinopel, Utsmani melanjutkan untuk membangun hegemoni atas banyak negara Turki merdeka di Anatolia.
Pada gilirannya, komunitas dan kerajaan Muslim non-Turki lainnya disatukan di bawah naungan kepemimpinan Utsmaniyah.
Sehingga Beylik Utsmaniyah pada akhirnya akan berkembang menjadi sebuah Kekaisaran.
Setelah penaklukan, Muslim Utsmani mengambil peran dinamis dalam membentuk politik internasional.
Sebelum itu, selama tiga abad Kristen Eropa berusaha untuk mengusir Muslim dari Asia Kecil.
Namun, setelah penaklukan, kedaulatan Muslim Asia Kecil terjamin, dan mereka tidak lagi terancam oleh Tentara Salib.
Komponen penting kedua dalam arti penting Konstantinopel bagi peristiwa dan sejarah dunia adalah hubungannya dengan Renaisans.
Setelah penaklukannya, banyak seniman dan filsuf Bizantium bermigrasi ke pusat-pusat Eropa, sebagian besar Roma.
Dengan membawa serta manuskrip berharga mengenai perkembangan intelektual yang maju.
Kaum intelektual ini berperan penting dalam gerakan untuk menghidupkan kembali dan merevisi budaya Yunani klasik.
Bentrokan dan penyatuan kembali dua aliran yang berbeda memicu revolusi ideologi yang dikenal sebagai Renaisans Eropa.
Para intelektual Bizantium dari Konstantinopel merupakan agen penting dalam mengkatalisis gerakan tersebut. (redaksi)
Artikel ini sudah terbit di mediakepri.co dengan judul Sultan Mehmed II Sang Penakluk Konstantinopel