
Oleh karena 76 tahun sudah pemberlakuan instrumen hukum pidana yang telah usang. Serta tidak mampu mengakomodir perkembangan peradaban dan fenomena sosial yang di alami masyarakat Indonesia. Maka KUHP mesti di lakukan pembaharuan demi menegakkan martabat serta daulat bangsa di bidang hukum.
Upaya melakukan pembaruan hukum pidana terus berjalan semenjak tahun 1958. Adalah dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional sebagai upaya untuk membentuk KUHP Nasional yang baru.
Baca Juga: Tokoh Nelayan Moro Karimun Sambut Gembira Kedatangan Sirajudin Nur
Seminar Hukum Nasional I yang di adakan pada tahun 1963 telah menghasilkan berbagai resolusi. Antara lain adanya desakan untuk menyelesaikan KUHP Nasional dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Oleh karenanya 2022 merupakan tahun di mana Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana harus segera di sahkan. Hal itu sebagai upaya menjemput kemerdekaan nasional yang hakiki. Khususnya di bidang hukum yang di gali dari nila-nilai. Juga dasar dan nilai-nilai sosio-filosofik, sosio-politik dan sosio-kultural yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
Karena pada sejatinya hukum pidana positif yang berorientasi pada KUHP saat ini menimbulkan kekhawatiran. Terutama berkaitan dengan sifat dogmatis dan substansial. Dengan mengajarkan KUHP warisan Belanda. Secara langsung maupun tidak langsung berarti mengajarkan dan menanamkan pula dogma-dogma, konsep-konsep, serta norma-norma substantif yang di rumuskan di dalam KUHP. Seperti di ketahui KUHP di latarbelakangi pemikiran individualisme liberalisme dan sangat di pengaruhi oleh aliran klasik serta neo klasik.
Namun demikian. Dalam penyusunan RUU KUHP saat ini juga tidak boleh melupakan jati diri kenegarawan para akar ahli hukum untuk bersikap. Dan mengakomodatif terhadap aspirasi masyarakat Indonesia. Khususnya mengenai substansi dari instrumen peraturan yang ada agar tidak menjadi kerancuan dalam pelaksanaannya kelak di kemudian hari.
Halaman